#catatan

LIVE

Wajar untuk takut akan kecewa, aku dan kamu pernah merasakannya dan berharap itu takkan terjadi lagi. Namun ketakutan takkan membawa kita kemana pun dan berusaha dengan mengetahui beberapa risiko menurutku bukanlah suatu hal yang buruk untuk diperjuangkan.

-Cakrawala

Malam

Gadis itu tepekur dalam. Entah sudah berapa jam ia lalui berteman dengan isakan.

Ia merasa hancur.

Bukan sekadar satu atau dua masalah yang mampu membuatnya terpuruk begini. Melainkan, aneka perlakuan kecil yang berujung pada satu konspirasi besar. Ditambah dengan beban yang muncul tak disangka. Juga perginya orang-orang yang dipercaya.

“Apa salahku?” tangisnya. “Kenapa semua orang begitu membenciku? Kenapa mereka menyuruh dia mendekatiku hanya untuk menghancurkanku? Kenapa semua tanggung jawab dilimpahkan padaku? Kenapa … bahkan, orang lain saja, aku tak punya ….”

Gadis itu mendadak merasakan sesuatu. Ia mengangkat wajahnya perlahan. Kesadaran mulai menyelimuti dirinya.

Ia sedang berada di dalam kamarnya. Ini rumahnya. Seluruh isinya adalah haknya. Gadis itu merasa aneh. Bukan asing, ia justru merasa sesuatu yang hangat sedang menyambutnya.

Tembok bercat biru muda itu seperti mendengarkan semua keluh-kesahnya. Jam yang berdetak dalam sunyi seperti menenangkannya. Tempat tidurnya seperti bersiaga menjaganya.

Pandangan gadis itu mengarah ke arah bawah. Tiba-tiba saja ia terkesiap, seolah baru tersadar.

Ia melihatnya.

Sajadah.

Di sanalah ia sejak tadi menangis, menumpahkan semuanya. Tubuhnya masih berbalut mukena putih yang setengah sadar ia kenakan. Bagai tanpa nyawa ia lakukan gerakan-gerakan salat secepat kilat.

Gadis itu mendadak tersadar.

Bukankah ia seharusnya merasa malu?

Apa tekadnya hingga sengaja terbangun di dini hari ini? Hanya ingin mencoba mengadu pada Yang Di Atas sana. Lelah dengan penatnya dunia. Hampa karena terus mengejar manusia.

Gadis itu patah-patah berdiri. Mengulangi salatnya yang tak keruan. Kali ini, lebih dari sekadar gerakan. Perasaannya penuh makna.

Ia tergugu. Bahunya berguncang keras begitu dahinya menyentuh tempat sujud.

Ya Rabb ….

Gadis itu kembali menangis keras. Bulir air mata tak henti menuruni pipinya, membasahi sajadahnya.

Maafkan hamba yang telah berharap pada manusia ….

Maafkan hamba yang seolah terlupa pada Zat Yang Mahakuasa ….

Hamba masih punya Engkau, selamanya hamba punya Engkau ….

Yang Mendengarkan semua keluh kesah hamba, Memberikan ketenangan, Menjaga hamba di saat hamba tidak punya siapa-siapa ….

Air mata gadis itu makin deras mengalir. Ia menyesal. Sungguh, ia menyesal telah mengira bahwa dirinya sendirian.

Sesungguhnya, ia tak akan pernah sendirian.

Keyakinan itu datang. Tangan-tangan ajaib akan membantunya. Bala tentara akan tiba.

Pertolongan Allah pada hamba-Nya pasti datang.

loading