#memaknai perjalanan

LIVE

Perhatian Seorang Kakak

Sore itu, aku membawa beberapa snack brownies untuk muridku di TPA. Kuhadiahkan sebagai reward untuk mereka yang selalu hadir dan menyempatkan mengaji setiap sore.

Hari itu, muridku yang hadir hanya tiga dari enam anak. Aku memberi satu-satu, setelah mereka membaca dan menulis. Lalu, kuberi waktu pada mereka untuk jeda sejenak, sambil bergurau satu sama lain. Yaaa sebelum menghafalkan doa-doa.

Kulihat satu muridku tidak memakan kuenya, dan ia simpan di wadahnya. Lalu kutanya,

“Kenapa nggak dimakan?”

“Gapapa”, jawabnya sambil tersenyum.

“Dimakan aja, itu bareng sama temennya”, kataku.

“Nanti aja, masih kenyang”, katanya.

Setelah kedua temannya selesai menghabiskan kue, kami lanjut menghafal dan mengulang kembali doa-doa harian. Setelah semuanya selesai, aku hadiahkan brownies lagi, satu-satu sebelum mereka pulang.

Muridku yang tadi, kukira akan memakan kuenya, namun kulihat ia menyimpannya lagi. Sampai temannya pun ikut bertanya kenapa tidak dimakan kue nya. Temannya itu mengajak untuk makan kue bersama-sama.

“Ayoklah syifa, kita makan kuenya”.

“Kena untuk ading ulun”, katanya.

Nanti untuk adikku, katanya.

Aku sontak terkejut mendengar jawaban si anak polos berumur tujuh tahun itu. Ternyata, ia menyimpan kue (yang hanya sedikit) untuk adiknya di rumah. Aku tersenyum. Betapa aku terharu mendengarnya.

Kupikir, perhatian seorang kakak seringkali dengan pengorbanan, meski dari hal-hal kecil. Ia tentu akan lebih senang memakan brownies berdua dengan adiknya, daripada ia makan untuk dirinya sendiri. Hal ini tentu tidak lepas dari peran orang tua yang baik dalam mendidik anak-anaknya.

Jika kita menganggap bahwa anak adalah investasi terbesar akhirat kita, maka kita tidak akan menganggapnya sebagai beban. Justru kita akan sungguh menyayangi dan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Kita akan berusaha memperbaiki diri; memberi contoh yang baik; juga mendidiknya dengan sebaik mungkin.

Bahkan semuanya diikhtiarkan sejak sebelum menikah, juga memilih pasangan.

Semoga setiap dari kita yang mengusahakan keturunan, bisa menjadi orang tua yang baik; serta menjaganya sebaik mungkin agar menjadi anak yang shalih, taat, serta memiliki rasa takut dan pengharapan kepada Rabbnya.

Draft yang ditulis di Buntok, 19 Januari 2021 | Pena Imaji

Adaptasi yang Luar Biasa

Hidup kadang emang kayak roller coaster ya. Bisa cepet banget berubah; cepet beralih. Ramadhan kemaren masih single, masih sempat itikaf di masjid biasanya. Aku fix mutusin untuk resign dari tempat kerja yang aku sendiri mikirnya lama ampe berbulan-bulan wkwk. Mau lanjut S2, emang merencanakan lanjut studi, meski beberapa kali gagal, kencengin doa minta yang terbaik sama Allah. Namun saat itu, Ia lebih memantapkan hatiku buat nikah.

Dari yang biasa kerja dan berkegiatan di luar rumah; yang nggak pernah ngurus urusan rumah, jadi belajar ngurus kerjaan rumah, belajar masak, ngurus suami, tinggal di kota kecil, jauh dari keluarga. Baru aja nikah, ternyata langsung hamil wkwk. Sempet denial karena nggak siap dewasa dengan segala keriweuh-annya.

Asliii saat itu kaya merasa belum sanggup dan pantas. Awal nikah masih banyak adaptasi banyak hal, belum siap adaptasi yang makin kompleks lagi. Makanya pas hamil lebih memilih nggak cerita, cuma ke teman terdekat aja. Antara menghindari orang lain hasad, belum siap, syok dan entahlah..

Ada pergolakan batin yang sering berbicara. Berusaha buat tanamkan mindset ke diri bahwa anak itu rezeki, anak itu amanah. Nanti punya anak bukan berarti punya batas untuk bertumbuh. Anak itu investasi akhirat yang mana jadi PR besar buat aku untuk mendidiknya.

Sampe akhirnya belajar untuk menerima, bersyukur, dan mempersiapkan banyak hal buat kehadiran si kecil. Sebab, ada di luar sana yang menunggu kehadiran buah hati dengan cara ini itu, jungkir balik mencari cara selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, menghabiskan banyak biaya, tenaga, juga menjaga mental saat dapat nyinyiran kenapa kok ga punya anak, dsb, hadeh. Termasuk kakak iparku sendiri, yang tujuh tahun baru dikaruniai anak.

Melahirkan lebih awal dengan kondisi bayi BBLR membuat aku ngerasa patah banget, sedihnya luar biasa. Sudah ikhtiar ini itu ternyata Allah kasih bom yang bikin aku sadar agar ikhlas dan lebih mensyukuri nikmat-Nya. Sempat khawatir dengan kondisinya, namun alhamdulillah Allah masih beri kesempatan si kecil untuk menghirup kehidupan dan sehat sampai hari ini. Alhamdulillah..

Wkwkw yg bikin suasana jadi nggak haru tuh pas aku bikin story kelahiran anakku. Pada banyak yang kaget, nggak nyangka orang kaya aku ni, gimana kalo punya anak. Wkwkwkwk emanggg.. mau ngakak ya gimana, kadang aku sendiripun juga nggak nyangka sudah punya anak.

Eh tapi beneran deh, kasih sayang ibu itu naluriah kok. Mau secapek apapun, stressnya kaya gimanapun, tetep sayang sama anak. Kalau ada supportdari sekitar alhamdulillah, supaya ibu tetap bisa waras saat ngurus anak.

Salah satu skill yang harus kita punya untuk mengarungi kehidupan ini adalah mudah beradaptasi. Sebab, hidup ini memang dinamis. Bersiaplah dengan kemungkinan-kemungkinan yang Allah kehendaki, hingga akhirnya kita banyak belajar dari sana.

Banjarmasin, 22 April 2022 | Pena Imaji

Setelah Menikah

Memang benar, setelah menikah hidup kita akan banyak berubah, termasuk lingkar pertemanan. Teman jadi lebih sedikit, sulit punya teman akrab seperti saat single. Karena lingkungan banyak yang berubah, sulit sekali rasanya mencari yang satu frekuensi. Aku merasa tidak bisa melebur seperti dulu. Seperti sekadarnya aja gitu masuk dalam lingkar pertemanan.

Itulah kenapa, pasangan jadi berpengaruh banget sama keseharian kita. Jadi inget nasihat-nasihat selama masuk sirkel career class, salah satunya saat memilih jodoh, pastikan akal dan logika lebih dominan, karena kita harus mempertimbangkan banyak hal; dari hal-hal sensitif, sampai value-value hidup kita lainnya.

Saat berproses dengan calon suami, akupun berusaha menerapkan apa-apa yang akhirnya aku temui titik terangnya. Saat itu, logika lebih dominan. Perasaan hanya sebatas, rasanya lebih tenang setelah istikharah. Pas ketemu atau denger suara dia aja, entah kenapa rasanya menenangkan. Cielah..

Jadi, ketika menjalani rumahtangga, berasa punya suami yang bisa mengayomi, jadi partner sekaligus jadi sahabat paling dekat, setelah terpisah jauh dari sahabat-sahabat dulu. Ya.. ternyata sama suami emang satu frekuensi. Mulai dari deep talking tentang agama atau hal dunia, sampe receh-recehnya segala wkwk

Sekarang.. saat melihat sirkel yang dengan mudahnya memakai uang kantor untuk keperluan pribadi; melihat orang-orang yang menormalisasi mengambil pinjaman ratusan juta di bank demi gaya hidup’; menjual diri karena merasa kurang memenuhi kebutuhan hidup; dan masih banyak lagi.

Membuatku kaget sekaligus banyak bersyukur. Allah nggak kasih aku hati yang tamak terhadap dunia. Aku bersyukur akan hal itu. Hidup tanpa hutang itu menenangkan. Buat aku yang pelupa, lebih memilih nggak suka pinjam-pinjam, apalagi pinjam ke bank cuma demi gaya hidup, ya sama sekali nggak terpikirkan.

Semoga Allah selalu beri kita hati yang cukup atas apa-apa yang kita miliki. Toh, meski seberapa banyak yang Allah titipkan, kalau kita tidak merasa cukup, kita akan terus merasa kurang. Jangan sampai karena merasa kurang, kita cari jalan pintas mengambil dari hal-hal yang haram.

Banjarmasin, 16 April 2022 | Pena Imaji

Rezeki

Salah satu rezeki setelah menikah ialah punya mertua dan kakak ipar yang baik dan pengertian. Semoga setiap kebaikan yang dilakukan, dinilai Allah sebagai amal, dan kembali pada diri kita masing-masing.

Jangan pernah lelah berbuat tulus kepada orang lain. Percayalah, bahwa Allah yang akan membalasnya dari arah yang tidak kita sangka-sangka.

Apabila salah satu dari kita merasa tidak beruntung nasibnya, bisa jadi itu adalah sisi lain nikmat dari Allah. Ya, agar kita tetap bersabar dan berbuat baik. Bukankah menghadapi ujian itu juga nikmat? Nikmat meraih banyak pahala, kalau kita mau lapang dan bersyukur.

Alhamdulillahi bini'matihi tatimmush shalihaat..

Banjarmasin, 11 April 2022 | Pena Imaji

Ruang Penerimaan

Kalau kita merasa menyesal dengan keputusan-keputusan yang kita ambil, padahal sudah melibatkan Allah atas keputusan tersebut. Sebenarnya itu bukan penyesalan, kita hanya perlu belajar bagaimana caranya menerima.

Dari penerimaan itu, justru kita akan banyak belajar; saling mengenal dan akhirnya bisa saling mendukung satu sama lain.

Saat sebelum menikah, persiapkan banyak-banyak ruang penerimaan. Sebab, kitapun harus sadar, kita ini juga butuh diterima, yang itu berarti kitapun harus bisa menerima bagaimana orang lain.

Sangat disayangkan, apabila banyak dari kita tidak mau menerima hal-hal kecil yang sebenarnya bisa ditoleransi, atau hal-hal lain yang bisa dicari jalan keluarnya bersama. Hanya saja, kita menyerah untuk mengupayakannya.

Bukankah Allah tidak akan memberi sesuatu diluar kemampuan hamba-Nya?

Pena Imaji

loading