#pernikahan

LIVE

Ujian Rumahtangga

“Tau nggak kenapa Allah hadapkan hal gini ke kita? Biar kita sungguh-sungguh berdoa”, katanya beberapa hari yang lalu.

“Iya. Mungkin kita hampir lalai, kita sering lupa sama Allah. Lupa untuk meminta, dan mendekatkan diri pada-Nya”, kataku.

“Jangan tinggalin aku ya, gimanapun keadaannya”, katanya lagi.

Aku memeluknya..

Begitulah kehidupan rumahtangga yang memang harus dihadapi berdua, dijalani berdua, dan di-ikhtiarkan bersama-sama. Harus siap dengan konsekuensi yang dijalani, apapun yang terjadi di depan nanti. Kalau sebelum menikah kita sering tidak terima dengan apa yang terjadi pada diri sendiri, bagaimana kita mampu menerima apa yang terjadi pada orang lain?

Teringat sebuah nasihat ustadz beberapa tahun yang lalu,

“Kalau hidup kita ini enak, semuanya baik-baik saja, semua serba sempurna, kapan kita berdoa dan memohon ke Allah? Manusia seringnya lupa saat dihadapkan dengan kenikmatan.”

Betul juga. Ujian dalam bentuk teguran terkadang lebih mudah kita pahami, daripada ujian dalam bentuk kesenangan dunia.

Manusia hanya bisa berencana, kalkulasinya terbatas, dan semua bisa berubah karena keinginan Allah. Kun fayakun, begitulah kuasa Allah.Ia yang memiliki segalanya, sedangkan manusia tidak. Itulah mengapa kita harus terus meminta pada-Nya, mengingat Ia dalam keadaan sedih maupun senang; mengembalikan segala sesuatu hanya kepada-Nya.

Semua manusia akan diuji, entah dia kaya atau miskin; punya kedudukan atau enggak; pedagang atau pekerja kantoran, semuanya tentu punya ujiannya masing-masing, sesuai dengan kadar kemampuannya.

Kadangkala yang membedakan ialah bagaimana kita menyikapinya, akankah kita bersyukur? Atau malah kufur?

Pena Imaji

Menikah apakah bahagia?

Terkadang, kita terlihat baik-baik saja dan mampu bersyukur bukan karena tidak ada ujian dalam hidup, melainkan karena hati terasa lapang atas apapun yang terjadi

Menikah itu bahagia, asalkan kita mau memperjuangkan kebahagiaan itu sendiri

Jangan semata-mata mencari bahagia dari pernikahan. Sebab, dalam pernikahan juga ada ujiannya. Kalau ingin bahagia, carilah dengan cara memperdalam agama. Ketika kita semakin mengenal Allah dan merasa cukup atas takdir-takdirNya, maka seberat apapun ujian, akan terasa mudah untuk diterima dan dijalani~

Carilah partner yang bisa menjadi support system; yang bisa diajak diskusi, kerjasama, dan terbuka untuk belajar hal-hal baru

Banjarmasin, 15 Desember 2021 | Pena Imaji

Ruang Penerimaan

Kalau kita merasa menyesal dengan keputusan-keputusan yang kita ambil, padahal sudah melibatkan Allah atas keputusan tersebut. Sebenarnya itu bukan penyesalan, kita hanya perlu belajar bagaimana caranya menerima.

Dari penerimaan itu, justru kita akan banyak belajar; saling mengenal dan akhirnya bisa saling mendukung satu sama lain.

Saat sebelum menikah, persiapkan banyak-banyak ruang penerimaan. Sebab, kitapun harus sadar, kita ini juga butuh diterima, yang itu berarti kitapun harus bisa menerima bagaimana orang lain.

Sangat disayangkan, apabila banyak dari kita tidak mau menerima hal-hal kecil yang sebenarnya bisa ditoleransi, atau hal-hal lain yang bisa dicari jalan keluarnya bersama. Hanya saja, kita menyerah untuk mengupayakannya.

Bukankah Allah tidak akan memberi sesuatu diluar kemampuan hamba-Nya?

Pena Imaji

Kedudukan Suami dan Istri

Setelah menikah, aku seringkali dihadapkan dengan banyak realita yang bersinggungan dengan kedurhakaan istri terhadap suami, yang berimbas pada retaknya rumah tangga, ketidakharmonisan keluarga, selingkuh, cerai, hingga bunuh diri.

Realita di sekitar itu nyata rasanya. Fenomena durhaka merupakan salah satu ketakutanku dulu saat sebelum menghadapi pernikahan.

Islam mengajarkan, bahwa kedudukan suami itu lebih tinggi dari istri. Bahkan Rasulullah juga pernah menyampaikan, seandainya boleh bersujud pada manusia, Rasulullah memerintahkan istri untuk sujud pada suami. Why? Ya nggak tahu, syariat nggak usah dinalarlogika pake akal, nanti kita ujung-ujungnya malah menuhankan kecerdasan kita sendiri.

Nah, paham kan, gimana pentingnya memilih suami dari segi akhlak dan agama; yang bisa diajak diskusi, dan satu frekuensi soal value hidup? Ya karena gimanapun suami kita nanti, kita harus ngimamke dia loh.

Nggak usah banyakin PR, berharap dia nanti berubah. Manusia nggak semudah itu berubah cuy.Realistisaza.

Mau seperti apapun juga suami, ia tetap memiliki kedudukan di atas istri. Meski barangkali di beberapa case, si istri lebih tinggi status sosialnya, atau keilmuannya, atau hartanya, atau gajinya.

Rasanya penting sekali memahami hal ini. Kalau kita kemakan ego sendiri sih, ya habis sudah rumahtangga. Istri merasa lebih tinggi; merasa nggak mau terlihat lebih rendah atau derajatnya harus sama; merasa nggak butuh suami; merasa bukan hal yang penting melayani suami dari hal-hal kecil. Begitu pula sebaliknya, suami terhadap istri.

Ini sih kembali lagi pada diri masing-masing ya, kita mau pegang value hidup berupa hukum agama atau pemikiran-pemikiran lain? Yaaa yang jelas sih, kita harus menyamakan persepsi itu sebelum masuk ke jenjang pernikahan.

Menjadi suamipun meski kedudukannya lebih tinggi, ya juga jangan banyak menuntut ini dan itu pada istri, toh ia punya keterbatasan. Kenali dirinya, lihat kebiasaannya dulu, latar belakangnya juga, beri waktu ia beradaptasi. Begitu pula istri terhadap suami.

Daripada banyak menuntut diantara keduanya, mending dikomunikasikan, saling diskusi, beri ruang tumbuh satu sama lain. Perjalanan pernikahan ini memang mengharuskan kita belajar, belajar menurunkan ego; belajar untuk saling memenuhi kebutuhan; belajar untuk saling memahami; supaya saling nyaman satu sama lain.

Setelah mendengar kabar salah satu keluarga dari rekan kerja, yang bunuh diri setelah cekcok dengan pasangannya, aku berdiskusi, bercerita pada suami, dan bilang pada suamiku, “Kalau aku ngelakuin kesalahan, tolong mas bilang aja ke aku ya”

Jika saat ini kita diberi pasangan yang baik, maka bersyukurlah. Namun jika belum dipertemukan, percayalah, bahwa yang paling penting dari hidup ini bukan semata-mata pernikahan, melainkan bagaimana kita belajar untuk terus bertumbuh dan berbenah; beradaptasi; berperan dan berdaya; juga memperluas zona nyaman kita.

Buntok, 10 Maret 2022 | Pena Imaji

loading