#memaknaihidup

LIVE

Terkadang yang menyedihkan dari seseorang yang mungkin punya masa lalu yang buruk ialah.. ketika ia sudah jauh berjalan dan berbenah, namun masih dianggap seperti dulu.

Padahal, mereka hanya tidak tahu apa yang sudah ia lalui semasa hidupnya; apa permasalahan yang sebenarnya terjadi selama ini; apa saja yang menyebabkan ia menjadi demikian. Ya, tentu mereka tidak tahu.

Jika kita temui orang-orang yang demikian, maka, perbanyaklah sabar dan berbaiksangka.

Lagipula, untuk apa menjelaskan bagaimana kita pada orang lain? Toh, mengejar penilaian manusia juga tidak ada gunanya.

Sekeras apapun kita berusaha menjelaskan bagaimana kita kepada orang lain, mereka hanya akan percaya pada apa-apa yang mereka percayai; dan mereka hanya akan menilai sesuatu berdasarkan sudut pandang mereka sendiri.

Pena Imaji

Menerima Masa Lalu Pasangan

Setiap orang memang punya masa lalu yang tak perlu dibuka. Terutama setelah menikah nanti. Membukanya hanya membuat keduanya kecewa, sedih, dan sakit hati.

Semua orang punya cerita yang mungkin jauh dari kata sempurna. Tentu saja, manusia penuh dengan lumuran dosa dan durhaka. Disaat kita kecewa dan sulit memaafkan pasangan kita; kita merasa Allah tidak adil; kita merasa sakit hati dengan apa yang sudah diperjuangkan selama ini.

Jadi, cobalah merenung sejenak. Bukankah jodoh adalah cerminan? Barangkali, kita juga punya dosa-dosa dalam urusan lain di masa lalu yang tidak kita sadari, yang menurut Allah itu setimpal. Hingga akhirnya Ia membalasnya di kemudian hari.

Disaat keduanya sama-sama bertaubat dan selalu ingin berubah menjadi lebih baik, Allah pertemukan mereka dalam satu pertemuan dengan rasa syukur tak terkira.

Bukankah tanda taubat manusia itu diterima, salah satunya ialah Allah menghendaki kebaikan untuknya? Jika pernikahan itu baik untuk keduanya dan kedua keluarganya, bukankah ada keberkahan disana?

Kita tidak bisa sepenuhnya menilai seseorang di masa lalu. Sekelas Umar bin Khattab saja juga memiliki masa lalu yang buruk, hingga akhirnya beliau masuk Islam dan mendapat jaminan masuk surga.

Semoga kita bisa mencontoh keimanan orang-orang beriman terdahulu yang sungguh bertaubat pada Allah. Semoga Ia mengakhirkan hidup kita dalam keadaan khusnul khatimah. Aamiinnn..

Saat hendak menuju pernikahan nanti, tegaskan soal prinsip masa lalu yang tak perlu dibuka dan tak perlu diulangi. Tegaskan lagi, apa semuanya sudah selesai? Supaya tidak menjadi pemicu konflik di masa yang akan datang.

Kita tidak hidup di masa lalu. Masa lalu tidaklah tersisa melainkan pelajaran-pelajaran berharga. Jalani apa yang ada di hari ini, esok, hingga ajal tiba.

Semoga yang merasa trauma dengan suatu hubungan; takut mencintai dan takut ditinggalkan, perlahan pulih dan mampu mengisi tangki cinta yang kosong untuk pasangannya saat ini. Percayalah, hidup dalam kubangan trust issue sungguh melelahkan. Kita bisa-bisa menyakiti pasangan kita karena sulit untuk percaya.

Perbaiki hubungan dengan Allah. Perbaiki amal dan ibadah. Mintalah untuk dimudahkan dalam setiap urusan. Apabila suatu saat kita terkhianati, sungguh, kita masih punya Allah. Dunia hanyalah sementara, untuk akhirat yang kekal selamanya.

Buntok, 27 November 2021 | Pena Imaji

Untuk Perempuan

Jadilah perempuan yang mandiri, yang bisa menjaga dan membawa diri. Mulai dari sekarang, persiapkan diri sebelum menikah. Jangan menye-menye hanya karena masalah cinta. Sayangi diri kita sebelum memberi kasih sayang untuk orang lain.

Jangan manja karena banyaknya masalah hidup. Sedih manusiawi, gagal coba lagi. Merasa tak berdaya ialah tanda betapa kita butuh kekuatan dari-Nya. Berjuanglah lebih keras, mencapai mimpi, menggapai apa-apa yang diinginkan. Tak lupa meminta ridha dari Allah.

Mungkin suatu saat nanti kita butuh laki-laki, tapi bukan berarti kita harus bergantung sepenuhnya. Kita harus bisa melakukan banyak hal sendiri.

Sebab, kita tidak akan tau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di kemudian hari. Takdir Allah itu di luar kehendak kita. Hanya Allah yang tahu apa yang ada di hati para hamba-Nya. Siapapun bisa saja berubah, tapi Allah tidak. Maka dari itu, lakukanlah banyak hal baik untuk menggapai ridha Allah, perbaiki hubungan ibadah kita dengan Ia.

Jadilah perempuan yang kuat dan tangguh, setidaknya untuk melindungi diri kita sendiri.

Pena Imaji

Kehidupan: #Ujian

Dalam obrolan, kami membahas macam-macam. Rasanya nggak habis-habis kalau ngobrol. Mulai dari keluarga, karir, masa depan, rumahtangga, agama, dll.

Kalau sebelumnya hanya sekilas tau, atau sekadar membaca buku tentang rumahtangga. Ternyata setelah menikah, berada di dalam sirkel-sirkel rumahtangga in real life, permasalahan rumit itu sungguh nyata.

Selingkuh. Main belakang. Hutang bank. KDRT. Perebutan harta, kekuasaan. Korupsi. Durhaka. Dan masih banyak lagi.

Manusia selalu dihadapkan dengan ujian. Namun ujian yang paling berat seringkali yang diuji dengan anggota keluarganya (pasangan, anak, mertua, orang tua, saudara). Banyak-banyaklah berdoa, semoga ujian kita di luar itu, karena keluarga yang mestinya men-supportdi setiap masalah, eh malah jadi ujian.

Saat itu obrolan kami seputar masalah rumahtangga dan pekerjaan, yang berujung pada pembahasan agama.

“Sebenernya ya mas, kalau kita melakukan apapun diniatkan sebagai ibadah, rasanya lebih lapang meski banyak ujiannya.”

“Iya bener. Gitu ternyata pentingnya belajar tauhid. Dampak positifnya bisa ke kehidupan sehari-hari. Cuma belajarnya butuh bertahun-tahun, biar bisa nancep.”

“Jangankan kita, Rasulullah sebelum hijrah ke madinah, dakwahnya 13 tahun buat mantepin pondasi tauhid umatnya. Lah kita? Harus terus belajar sampe mati”

Belajar tauhid benar-benar penting. Kita bisa tersesat di dunia kalau nggak belajar agama. Hidup terasa begitu pelik kalau kita tidak kembali berserah diri pada Yang Kuasa.

Jangankan yang tidak ingin belajar agama. Banyak orang rajin ibadah, tapi masih melakukan maksiat-maksiat besar. Banyak orang berilmu, tapi tidak mengamalkan ilmunya yang tercermin dari sikap dan perilakunya. Bukan menghakimi, melainkan melihat realita yang ada, bahwa setiap masalah ujung-ujungnya selalu kembali pada konsep tauhid, yang nantinya menjadi pelajaran bagi diri kita sendiri.

Semoga kita senantiasa berkeinginan untuk berbenah, tunduk dan punya rasa takut pada Allah. Perbaiki hubungan dengan Allah adalah kunci. Selama kita menjaga ketaatan kita pada Allah, niscaya keluarga juga akan mengikuti.

Sebagian ulama berkata,

“Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan hewan tungganganku.”

Berat ya tanggungjawab suami. Dia melakukan dosa aja bisa berdampak pada keluarganya. Ketika istri dan anak-anaknya melakukan dosa, suami juga dimintai pertanggungjawaban di akhirar. Sedangkan ketika suami melakukan dosa, istri tidak dimintai pertanggungjawaban.

Dari sini jadi kelihatan, pentingnya kita memilih suami yang seperti apa. Selalu ada pertanyaan, “Gimana kita bisa tau dia baik atau enggak? Sesuai atau enggak? Kalau nanti ngasih pertanyaan-pertanyaan sebelum nikah, gimana kalau dia jawabnya bohong? Gimana kalau yang ditampakkan selama ternyata tidak sesuai dengan aslinya?”.

Kalau diluar kuasa kita, jawabannya adalah minta petunjuk sama Allah. Allah lebih tau tentang apa-apa yang tidak kita tau. Allah akan tunjukkan. Allah akan beri jawaban.

Semoga nantinya kita tidak salah dalam menentukan pilihan, yang akan berdampak pada seluruh urusan hidup kita.

Belajar ilmu agama adalah wajib bagi kita umat Islam, yang merupakan pedoman seumur hidup manusia. Karakter dan kebiasaan setiap orang memang tidak sama. Selama kita mampu memahami dan mengamalkan peran dalam kacamata agama, kita akan berusaha mengontrol kekurangan masing-masing.

Semoga sampai nanti, kita bisa melewati banyaknya ujian. Hingga akhirnya kita sampai pada tujuan utama yang kekal dalam kehidupan ini.

Buntok, 23 November 2021 | Pena Imaji

Hikmah Berbagi

Aku mengingat sebuah nasihat dari ustadzku, bahwa salah satu keberkahan harta ialah semua orang bisa merasakannya. Semua orang punya harta, tapi tidak semua orang mampu lapang untuk berbagi apa yang mereka punya.

Sebagaimana kebaikan akan melahirkan sebuah kebaikan yang lain, begitu pula dengan pemberian. Akan menularkan yang lain untuk saling berbagi.

Seseorang yang suka memberi, belum tentu punya banyak harta. Bisa jadi mereka hanya punya secukupnya, namun lapang saat berbagi pada yang lain.

Kebiasaan memberi, sejak kecil sudah sering ditanamkan oleh kedua orang tuaku. Bahkan ketika aku membawa bekal dulu, mama memberi lebih supaya aku berbagi pada yang lain. Padahal mah kalo dipikir-pikir, teman-temanku SD dulu banyak yang jauh lebih kaya, kayaknya ya gak perlu dikasih lagi. Eh tapi mereka seneng aja kalau dikasih. Hmm tapi memang bukan itu poinnya.

Bukan tentang seberapa banyak pemberian itu, melainkan rasa tulus dan ikhlas untuk berbagi. Mereka yang diberi merasa diperhatikan, merasa dirangkul.

Seperti sabda Rasulullah, bahwa hadiah/pemberian akan memunculkan rasa sayang dan cinta.

Kami memang bukan orang kaya raya yang bergelimang harta, namun, ayah selalu mengajarkan bahwa memberi orang lain tidak akan mengurangi harta kita sedikitpun.

Toh, harta di dunia ini sebenarnya bukan milik kita, ada hak orang lain disana.

Sampai kuliahpun, mama selalu menasihatiku, “kalau kamu minta bantuan temanmu, atau dia sudah berbuat baik padamu, balaslah. Nggak harus sesuatu yg mahal, hal kecil aja sebagai tanda terimakasih”.

“Kalau ada temanmu yang berjualan, belilah sebagai bentuk apresiasi”, lanjut ayahku.

“Atau kalo kamu masak apa gitu, temen atau tetangga juga dikasih”, tambah mamaku.

Dulu saat kuliah, aku seringkali meminta beberapa temanku untuk mengajariku, belajar bareng, lalu kubawakan nasi bungkus, jajanan atau sekadar minuman. Hal sederhana, namun bisa menguatkan pertemanan itu sendiri.

Pemberian tidak harus berupa sesuatu, bisa juga waktu dan kesediaan kita untuk orang lain. Kita bisa meluangkan waktu dan pikiran kita untuk membantu, menemani, atau mendengarkan mereka.

Aku jadi teringat temanku saat di pesantren dulu. Sebelum ia makan makanannya, teman-teman di sekitarnya ditawari terlebih dahulu, meski hanya sepotong roti.

Setelah itu, banyak juga teman-teman lain yang mencontoh akhlak temanku ini. Betapa banyak pahalanya, bahwa kebaikan selalu akan memunculkan kebaikan lainnya.

Ustadzku yang setiap hari memberi makan santrinya, banyak sekali orang yang ikut memberi uang, sembako, perabotan rumah, juga makanan-makanan mentah maupun matang.

Pernah ketika kondisi finansial ayah memburuk, banyak sekali yang membantu, masyaAllah. Kalau aku inget hal itu, rasanya kayak heran aja kenapa tibatiba banyak saudara maupun teman yang bantu ayah, padahal kadang juga bukan bantuan kecil.

Saat setelah menikah, mama bercerita banyak pada suamiku tentang ayahku yang sering membantu orang lain. Jadi ini alasan kenapa saat ayah berada di bawah, banyak orang yang peduli.

Waktu aku menikah pun, banyak sekali yang mengirimku kado. Padahal aku batalkan semua undangan saat itu karena pengumuman ppkm. Betul sekali kata mama, “Allah yang akan mencukupkan”.

Begitulah. Banyak sekali cerita. Aku jadi tau, bahwa dampak berbuat baik ternyata bisa sebesar itu. Itu aja baru Allah balas di dunia, apalagi kalau kita benar-benar ikhlas, kan? Allah balas pahala di akhirat nanti.

Jangan pelit! Berbagi tidak mengurangi sedikitpun apa yang kita punya. Kalau sedikit saja kita enggan, bagaimana kita bisa lapang memberi dalam jumlah yang banyak?

Buntok, 10 November 2021 | Pena Imaji

Menunggu Ujian

Sekiranya manusia itu benar-benar ikhlas saat diuji, dan mengembalikan semua urusannya pada Pencipta, niscaya hatinya pun menjadi tenang dan lapang. Semoga ada banyak dosa yang digugurkan disana, dikuatkan hatinya, dimudahkan segala urusannya.

Sebab, sebaik apapun yang manusia ikhtiarkan, Allah selalu memberi jalan cerita yang jauh lebih baik. Memberikan banyak arti dan pelajaran untuk manusia itu sendiri.

Bersyukur bukan hanya bicara tentang nikmat hidup, melainkan juga nikmat diuji agar selalu mengingat segala kuasa-Nya.

Banjarmasin, 28 Maret 2022 | Pena Imaji

Ruang Penerimaan

Kalau kita merasa menyesal dengan keputusan-keputusan yang kita ambil, padahal sudah melibatkan Allah atas keputusan tersebut. Sebenarnya itu bukan penyesalan, kita hanya perlu belajar bagaimana caranya menerima.

Dari penerimaan itu, justru kita akan banyak belajar; saling mengenal dan akhirnya bisa saling mendukung satu sama lain.

Saat sebelum menikah, persiapkan banyak-banyak ruang penerimaan. Sebab, kitapun harus sadar, kita ini juga butuh diterima, yang itu berarti kitapun harus bisa menerima bagaimana orang lain.

Sangat disayangkan, apabila banyak dari kita tidak mau menerima hal-hal kecil yang sebenarnya bisa ditoleransi, atau hal-hal lain yang bisa dicari jalan keluarnya bersama. Hanya saja, kita menyerah untuk mengupayakannya.

Bukankah Allah tidak akan memberi sesuatu diluar kemampuan hamba-Nya?

Pena Imaji

Betapa banyak manusia membanggakan dirinya sendiri, namun, dengan cara merendahkan orang lain. Padahal, cara bagaimana ia memperlakukan orang lain itulah merupakan cerminan dari dirinya sendiri.

Semoga setelah melihat seperti itu, kita banyak memohon ampun pada Allah. Mintalah pada Ia agar kita dikaruniai hati yang bersih, yang tidak mudah menjustifikasi orang lain; yang tidak mudah merendahkan orang lain; yang mudah memaafkan perbuatan orang lain; yang mudah berbaiksangka; yang mudah memberi udzur kepada orang lain atas apa-apa yang tidak kita ketahui.

Sebab, mana tahu yang kita kira lebih buruk, esok, ia jauh lebih mulia di sisi Tuhannya.

Pena Imaji

loading