#refleksi

LIVE

Kembali

Kalau dipikir-pikir, menyandarkan apapun—bahkan hal-hal kecil, hanya kepada Allah itu jauh lebih tenang. Belajar untuk tegak di atas kaki sendiri, dengan artian gak menggantungkan apapun ke manusia. Asli sih ini, jauh lebih lapang.

Tetap berbuat baik itu mudah, tapi nyatanya nggak semudah itu saat kita berbuat baik agar dibalas serupa, tapi mendapati kenyataan justru tidak demikian.

Disaat kita merasa sudah berkorban, rasanya menyakitkan kalau tak sadar tujuan kita adalah manusia, bukan Pencipta.

Ya, begitulah.

Pada dasarnya, manusia memang sering salah dan lupa, tujuan yang baik kadang berbelok. Itulah mengapa Allah hadirkan rasa sakit, kecewa, atau hal serupa, supaya kita lebih sadar diri, kepada Siapa seharusnya kita kembali.

Buntok, 16 Januari 2022 | Pena Imaji

Carilah Ridha Allah

Sebelum memutuskan untuk menikah, aku sudah menyadari sebagian tanggungjawabku sebagai anak pertama pada adik-adikku. Itulah mengapa aku menanyakan pada calon suamiku terlebih dahulu, apa aku diizinkan bekerja setelah menikah?

Lalu, ia mengiyakan dan memberi beberapa penjelasan.

Mengingat aku adalah anak pertama, yang memang dituntut keadaan supaya mandiri. Sebab, siapa yang tau keadaan di kemudian hari? Orang tua yang kian hari menua. Sedangkan aku yang masih energik melakukan ini dan itu, merasa sangat bersalah kalau hanya berdiam diri.

Idealis boleh, namun, semuanya harus dipikirkan secara realistis. Setiap orang tentu punya kondisi yang berbeda-beda, jadi nggak usah julid sama pilihan orang lain.

Setelah menikah, kami banyak diskusi terkait dengan keputusan-keputusan dalam rumahtangga, menghadapi setiap problem dengan mencari jalan keluar bersama. Dia bukan tipikal fixed mindset, alhamdulillahnya sih gitu. Kalo enggak, mungkin kapalnya udah karam wkwkwk.

Kami sama-sama men-support satu sama lain, selama hal itu tidak keluar dari batasan syariat.

Aku memilih pekerjaan yang mudah, yang tidak mengganggu tugas utamaku di dalam rumahtangga. Tak lupa selalu meminta pada Allah untuk menunjukkan mana-mana jalan yang terbaik untukku, juga keluargaku.

Mencobaupgrade skill baru, mencari beberapa peluang, namun tidak disangka-sangka, sepertinya Allah lebih ridha aku tetap jadi guru hehehe.

Yang menjadi keyakinanku saat ini, tawakkal itu sangat penting, tapi juga harus dibarengi usaha. Ketika semua sudah dilakukan, mintalah petunjuk supaya diberi jalan terbaik, pilihan mana yang lebih Allah ridhai.

Buntok, 12 Januari 2022 | Pena Imaji

Menerima Masa Lalu Pasangan

Setiap orang memang punya masa lalu yang tak perlu dibuka. Terutama setelah menikah nanti. Membukanya hanya membuat keduanya kecewa, sedih, dan sakit hati.

Semua orang punya cerita yang mungkin jauh dari kata sempurna. Tentu saja, manusia penuh dengan lumuran dosa dan durhaka. Disaat kita kecewa dan sulit memaafkan pasangan kita; kita merasa Allah tidak adil; kita merasa sakit hati dengan apa yang sudah diperjuangkan selama ini.

Jadi, cobalah merenung sejenak. Bukankah jodoh adalah cerminan? Barangkali, kita juga punya dosa-dosa dalam urusan lain di masa lalu yang tidak kita sadari, yang menurut Allah itu setimpal. Hingga akhirnya Ia membalasnya di kemudian hari.

Disaat keduanya sama-sama bertaubat dan selalu ingin berubah menjadi lebih baik, Allah pertemukan mereka dalam satu pertemuan dengan rasa syukur tak terkira.

Bukankah tanda taubat manusia itu diterima, salah satunya ialah Allah menghendaki kebaikan untuknya? Jika pernikahan itu baik untuk keduanya dan kedua keluarganya, bukankah ada keberkahan disana?

Kita tidak bisa sepenuhnya menilai seseorang di masa lalu. Sekelas Umar bin Khattab saja juga memiliki masa lalu yang buruk, hingga akhirnya beliau masuk Islam dan mendapat jaminan masuk surga.

Semoga kita bisa mencontoh keimanan orang-orang beriman terdahulu yang sungguh bertaubat pada Allah. Semoga Ia mengakhirkan hidup kita dalam keadaan khusnul khatimah. Aamiinnn..

Saat hendak menuju pernikahan nanti, tegaskan soal prinsip masa lalu yang tak perlu dibuka dan tak perlu diulangi. Tegaskan lagi, apa semuanya sudah selesai? Supaya tidak menjadi pemicu konflik di masa yang akan datang.

Kita tidak hidup di masa lalu. Masa lalu tidaklah tersisa melainkan pelajaran-pelajaran berharga. Jalani apa yang ada di hari ini, esok, hingga ajal tiba.

Semoga yang merasa trauma dengan suatu hubungan; takut mencintai dan takut ditinggalkan, perlahan pulih dan mampu mengisi tangki cinta yang kosong untuk pasangannya saat ini. Percayalah, hidup dalam kubangan trust issue sungguh melelahkan. Kita bisa-bisa menyakiti pasangan kita karena sulit untuk percaya.

Perbaiki hubungan dengan Allah. Perbaiki amal dan ibadah. Mintalah untuk dimudahkan dalam setiap urusan. Apabila suatu saat kita terkhianati, sungguh, kita masih punya Allah. Dunia hanyalah sementara, untuk akhirat yang kekal selamanya.

Buntok, 27 November 2021 | Pena Imaji

Kehidupan: #Ujian

Dalam obrolan, kami membahas macam-macam. Rasanya nggak habis-habis kalau ngobrol. Mulai dari keluarga, karir, masa depan, rumahtangga, agama, dll.

Kalau sebelumnya hanya sekilas tau, atau sekadar membaca buku tentang rumahtangga. Ternyata setelah menikah, berada di dalam sirkel-sirkel rumahtangga in real life, permasalahan rumit itu sungguh nyata.

Selingkuh. Main belakang. Hutang bank. KDRT. Perebutan harta, kekuasaan. Korupsi. Durhaka. Dan masih banyak lagi.

Manusia selalu dihadapkan dengan ujian. Namun ujian yang paling berat seringkali yang diuji dengan anggota keluarganya (pasangan, anak, mertua, orang tua, saudara). Banyak-banyaklah berdoa, semoga ujian kita di luar itu, karena keluarga yang mestinya men-supportdi setiap masalah, eh malah jadi ujian.

Saat itu obrolan kami seputar masalah rumahtangga dan pekerjaan, yang berujung pada pembahasan agama.

“Sebenernya ya mas, kalau kita melakukan apapun diniatkan sebagai ibadah, rasanya lebih lapang meski banyak ujiannya.”

“Iya bener. Gitu ternyata pentingnya belajar tauhid. Dampak positifnya bisa ke kehidupan sehari-hari. Cuma belajarnya butuh bertahun-tahun, biar bisa nancep.”

“Jangankan kita, Rasulullah sebelum hijrah ke madinah, dakwahnya 13 tahun buat mantepin pondasi tauhid umatnya. Lah kita? Harus terus belajar sampe mati”

Belajar tauhid benar-benar penting. Kita bisa tersesat di dunia kalau nggak belajar agama. Hidup terasa begitu pelik kalau kita tidak kembali berserah diri pada Yang Kuasa.

Jangankan yang tidak ingin belajar agama. Banyak orang rajin ibadah, tapi masih melakukan maksiat-maksiat besar. Banyak orang berilmu, tapi tidak mengamalkan ilmunya yang tercermin dari sikap dan perilakunya. Bukan menghakimi, melainkan melihat realita yang ada, bahwa setiap masalah ujung-ujungnya selalu kembali pada konsep tauhid, yang nantinya menjadi pelajaran bagi diri kita sendiri.

Semoga kita senantiasa berkeinginan untuk berbenah, tunduk dan punya rasa takut pada Allah. Perbaiki hubungan dengan Allah adalah kunci. Selama kita menjaga ketaatan kita pada Allah, niscaya keluarga juga akan mengikuti.

Sebagian ulama berkata,

“Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan hewan tungganganku.”

Berat ya tanggungjawab suami. Dia melakukan dosa aja bisa berdampak pada keluarganya. Ketika istri dan anak-anaknya melakukan dosa, suami juga dimintai pertanggungjawaban di akhirar. Sedangkan ketika suami melakukan dosa, istri tidak dimintai pertanggungjawaban.

Dari sini jadi kelihatan, pentingnya kita memilih suami yang seperti apa. Selalu ada pertanyaan, “Gimana kita bisa tau dia baik atau enggak? Sesuai atau enggak? Kalau nanti ngasih pertanyaan-pertanyaan sebelum nikah, gimana kalau dia jawabnya bohong? Gimana kalau yang ditampakkan selama ternyata tidak sesuai dengan aslinya?”.

Kalau diluar kuasa kita, jawabannya adalah minta petunjuk sama Allah. Allah lebih tau tentang apa-apa yang tidak kita tau. Allah akan tunjukkan. Allah akan beri jawaban.

Semoga nantinya kita tidak salah dalam menentukan pilihan, yang akan berdampak pada seluruh urusan hidup kita.

Belajar ilmu agama adalah wajib bagi kita umat Islam, yang merupakan pedoman seumur hidup manusia. Karakter dan kebiasaan setiap orang memang tidak sama. Selama kita mampu memahami dan mengamalkan peran dalam kacamata agama, kita akan berusaha mengontrol kekurangan masing-masing.

Semoga sampai nanti, kita bisa melewati banyaknya ujian. Hingga akhirnya kita sampai pada tujuan utama yang kekal dalam kehidupan ini.

Buntok, 23 November 2021 | Pena Imaji

Mendobrak Zona Nyaman

Entah mengapa, mendobrak dan memperluas zona nyaman selalu menantang bagiku. Risiko-risiko dalam hidup yang ternyata membuatku semakin banyak belajar. Seru, meski membutuhkan ekstra adaptasi; ekstra energi dan pikiran; juga menejemen waktu yang tepat

Bagiku, sebuah kemajuan awal ialah ketika manusia bisa mengontrol dirinya sendiri; tau kemana arah dan tujuan sendiri; tidak membandingkan capaian diri dengan orang lain; tau kapan harus bergerak, kapan harus istirahat

Semoga setiap usaha selalu diiringi doa dan tawakkal kita pada Allah. Seringkali kita lupa, terlalu mengandalkan kemampuan sendiri. Bukankah semua kekuatan datangnya dari Allah?

Support dari teman-teman dan orang-orang terdekat juga sangat berharga. Tentu saja! Kan, nggak enak kalau kita berjuang sendiri

Ya, semua orang tengah berjuang, meski dengan jalan dan kondisi yang beragam. Maka dari itu, berilah ucapan semangat untuk saudara-saudara kita

Selamat berjuang meraih apa yang kita inginkan! Selamat bertumbuh dan berproses!

Buntok, 27 Oktober 2021 | Pena Imaji

Adaptasi yang Luar Biasa

Hidup kadang emang kayak roller coaster ya. Bisa cepet banget berubah; cepet beralih. Ramadhan kemaren masih single, masih sempat itikaf di masjid biasanya. Aku fix mutusin untuk resign dari tempat kerja yang aku sendiri mikirnya lama ampe berbulan-bulan wkwk. Mau lanjut S2, emang merencanakan lanjut studi, meski beberapa kali gagal, kencengin doa minta yang terbaik sama Allah. Namun saat itu, Ia lebih memantapkan hatiku buat nikah.

Dari yang biasa kerja dan berkegiatan di luar rumah; yang nggak pernah ngurus urusan rumah, jadi belajar ngurus kerjaan rumah, belajar masak, ngurus suami, tinggal di kota kecil, jauh dari keluarga. Baru aja nikah, ternyata langsung hamil wkwk. Sempet denial karena nggak siap dewasa dengan segala keriweuh-annya.

Asliii saat itu kaya merasa belum sanggup dan pantas. Awal nikah masih banyak adaptasi banyak hal, belum siap adaptasi yang makin kompleks lagi. Makanya pas hamil lebih memilih nggak cerita, cuma ke teman terdekat aja. Antara menghindari orang lain hasad, belum siap, syok dan entahlah..

Ada pergolakan batin yang sering berbicara. Berusaha buat tanamkan mindset ke diri bahwa anak itu rezeki, anak itu amanah. Nanti punya anak bukan berarti punya batas untuk bertumbuh. Anak itu investasi akhirat yang mana jadi PR besar buat aku untuk mendidiknya.

Sampe akhirnya belajar untuk menerima, bersyukur, dan mempersiapkan banyak hal buat kehadiran si kecil. Sebab, ada di luar sana yang menunggu kehadiran buah hati dengan cara ini itu, jungkir balik mencari cara selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, menghabiskan banyak biaya, tenaga, juga menjaga mental saat dapat nyinyiran kenapa kok ga punya anak, dsb, hadeh. Termasuk kakak iparku sendiri, yang tujuh tahun baru dikaruniai anak.

Melahirkan lebih awal dengan kondisi bayi BBLR membuat aku ngerasa patah banget, sedihnya luar biasa. Sudah ikhtiar ini itu ternyata Allah kasih bom yang bikin aku sadar agar ikhlas dan lebih mensyukuri nikmat-Nya. Sempat khawatir dengan kondisinya, namun alhamdulillah Allah masih beri kesempatan si kecil untuk menghirup kehidupan dan sehat sampai hari ini. Alhamdulillah..

Wkwkw yg bikin suasana jadi nggak haru tuh pas aku bikin story kelahiran anakku. Pada banyak yang kaget, nggak nyangka orang kaya aku ni, gimana kalo punya anak. Wkwkwkwk emanggg.. mau ngakak ya gimana, kadang aku sendiripun juga nggak nyangka sudah punya anak.

Eh tapi beneran deh, kasih sayang ibu itu naluriah kok. Mau secapek apapun, stressnya kaya gimanapun, tetep sayang sama anak. Kalau ada supportdari sekitar alhamdulillah, supaya ibu tetap bisa waras saat ngurus anak.

Salah satu skill yang harus kita punya untuk mengarungi kehidupan ini adalah mudah beradaptasi. Sebab, hidup ini memang dinamis. Bersiaplah dengan kemungkinan-kemungkinan yang Allah kehendaki, hingga akhirnya kita banyak belajar dari sana.

Banjarmasin, 22 April 2022 | Pena Imaji

Menunggu Ujian

Sekiranya manusia itu benar-benar ikhlas saat diuji, dan mengembalikan semua urusannya pada Pencipta, niscaya hatinya pun menjadi tenang dan lapang. Semoga ada banyak dosa yang digugurkan disana, dikuatkan hatinya, dimudahkan segala urusannya.

Sebab, sebaik apapun yang manusia ikhtiarkan, Allah selalu memberi jalan cerita yang jauh lebih baik. Memberikan banyak arti dan pelajaran untuk manusia itu sendiri.

Bersyukur bukan hanya bicara tentang nikmat hidup, melainkan juga nikmat diuji agar selalu mengingat segala kuasa-Nya.

Banjarmasin, 28 Maret 2022 | Pena Imaji

Kedudukan Suami dan Istri

Setelah menikah, aku seringkali dihadapkan dengan banyak realita yang bersinggungan dengan kedurhakaan istri terhadap suami, yang berimbas pada retaknya rumah tangga, ketidakharmonisan keluarga, selingkuh, cerai, hingga bunuh diri.

Realita di sekitar itu nyata rasanya. Fenomena durhaka merupakan salah satu ketakutanku dulu saat sebelum menghadapi pernikahan.

Islam mengajarkan, bahwa kedudukan suami itu lebih tinggi dari istri. Bahkan Rasulullah juga pernah menyampaikan, seandainya boleh bersujud pada manusia, Rasulullah memerintahkan istri untuk sujud pada suami. Why? Ya nggak tahu, syariat nggak usah dinalarlogika pake akal, nanti kita ujung-ujungnya malah menuhankan kecerdasan kita sendiri.

Nah, paham kan, gimana pentingnya memilih suami dari segi akhlak dan agama; yang bisa diajak diskusi, dan satu frekuensi soal value hidup? Ya karena gimanapun suami kita nanti, kita harus ngimamke dia loh.

Nggak usah banyakin PR, berharap dia nanti berubah. Manusia nggak semudah itu berubah cuy.Realistisaza.

Mau seperti apapun juga suami, ia tetap memiliki kedudukan di atas istri. Meski barangkali di beberapa case, si istri lebih tinggi status sosialnya, atau keilmuannya, atau hartanya, atau gajinya.

Rasanya penting sekali memahami hal ini. Kalau kita kemakan ego sendiri sih, ya habis sudah rumahtangga. Istri merasa lebih tinggi; merasa nggak mau terlihat lebih rendah atau derajatnya harus sama; merasa nggak butuh suami; merasa bukan hal yang penting melayani suami dari hal-hal kecil. Begitu pula sebaliknya, suami terhadap istri.

Ini sih kembali lagi pada diri masing-masing ya, kita mau pegang value hidup berupa hukum agama atau pemikiran-pemikiran lain? Yaaa yang jelas sih, kita harus menyamakan persepsi itu sebelum masuk ke jenjang pernikahan.

Menjadi suamipun meski kedudukannya lebih tinggi, ya juga jangan banyak menuntut ini dan itu pada istri, toh ia punya keterbatasan. Kenali dirinya, lihat kebiasaannya dulu, latar belakangnya juga, beri waktu ia beradaptasi. Begitu pula istri terhadap suami.

Daripada banyak menuntut diantara keduanya, mending dikomunikasikan, saling diskusi, beri ruang tumbuh satu sama lain. Perjalanan pernikahan ini memang mengharuskan kita belajar, belajar menurunkan ego; belajar untuk saling memenuhi kebutuhan; belajar untuk saling memahami; supaya saling nyaman satu sama lain.

Setelah mendengar kabar salah satu keluarga dari rekan kerja, yang bunuh diri setelah cekcok dengan pasangannya, aku berdiskusi, bercerita pada suami, dan bilang pada suamiku, “Kalau aku ngelakuin kesalahan, tolong mas bilang aja ke aku ya”

Jika saat ini kita diberi pasangan yang baik, maka bersyukurlah. Namun jika belum dipertemukan, percayalah, bahwa yang paling penting dari hidup ini bukan semata-mata pernikahan, melainkan bagaimana kita belajar untuk terus bertumbuh dan berbenah; beradaptasi; berperan dan berdaya; juga memperluas zona nyaman kita.

Buntok, 10 Maret 2022 | Pena Imaji

loading