#memaknaiperjalanan

LIVE

Orang yang Terluka

Ketika seseorang sudah terlalu sering merasakan sakit hati, rasanya akan kebas, mati rasa, dan ia cenderung lebih mudah menyakiti orang lain tanpa peduli efek setelahnya. Sebuah naluri untuk melindungi dirinya sendiri dari rasa kecewa

Tangki cinta yang ia punya kosong. Ia bahkan tidak tau bagaimana caranya mencintai orang lain. Bentuk cinta kepada dirinya sendiri sejatinya hanyalah sebuah tameng, supaya ia terhindar dari luka

Ia tidak pernah merasa dicintai, juga merasa sulit percaya pada orang lain. Ia merasa lebih baik hidup sendiri, tanpa orang yang berpotensi menyakiti dirinya

Jika kita temui orang sepertinya, peluklah dia. Ia hanya perlu dipahami, ditemani, tanpa harus dinasihati dengan kata-kata

Pena Imaji

Kembali

Kalau dipikir-pikir, menyandarkan apapun—bahkan hal-hal kecil, hanya kepada Allah itu jauh lebih tenang. Belajar untuk tegak di atas kaki sendiri, dengan artian gak menggantungkan apapun ke manusia. Asli sih ini, jauh lebih lapang.

Tetap berbuat baik itu mudah, tapi nyatanya nggak semudah itu saat kita berbuat baik agar dibalas serupa, tapi mendapati kenyataan justru tidak demikian.

Disaat kita merasa sudah berkorban, rasanya menyakitkan kalau tak sadar tujuan kita adalah manusia, bukan Pencipta.

Ya, begitulah.

Pada dasarnya, manusia memang sering salah dan lupa, tujuan yang baik kadang berbelok. Itulah mengapa Allah hadirkan rasa sakit, kecewa, atau hal serupa, supaya kita lebih sadar diri, kepada Siapa seharusnya kita kembali.

Buntok, 16 Januari 2022 | Pena Imaji

Perjalanan Menemukan

Laki-laki yang sabar.

Sekian tahun yang lalu, laki-laki yang sabar merupakan salah satu kriteria wajib bagiku. Aku tak pernah bosan; tak pernah lelah untuk meminta kepada Tuhanku. Aku tahu kekuranganku; di sisi lain aku paham kelebihanku. Sosok yang aku dambakan benar-benar sulit ku jangkau. Sebab, banyak sekali orang di pandangan masyarakat terlihat baik, bijak, atau paham agama, namun akhlak kepada keluarganya buruk.

Lantas, bagaimana aku bisa menilai?

Ya. Pikirku saat itu. Pikiran yang memiliki batas. Pikiran yang hanya bisa ditakar oleh akal manusia.

Semua lelaki tampak kasar, keras, licik, dan selalu ingin memenangkan segalanya; selalu ingin tampak bijaksana. Padahal, siapa yang tau di dalam hatinya? Kenapa sok tahu?

Sampai berada di satu titik, aku ingin menyerah; hampir-hampir tidak ingin memiliki pasangan hidup. Muak. Segala ucapan serapah rasanya cukup menggambarkan kebencianku. Dari marah yang meletup di kepala, hingga akhirnya sabar yang bersilir dalam dada.

Ya sudah. Aku lelah. Aku hanya memohon perlindungan-Nya.

Lalu entah mengapa, seseorang yang tepat itu datang justru ketika aku pasrah dan menyerahkan segala hidupku pada Allah. Aku tidak lagi bersandar pada diriku sendiri. Aku hanya melanjutkan hidup, take it easy.

Sungguh, semua itu berubah semenjak aku dipertemukan dengannya. Hatiku jauh lebih tenang. Kehadirannya adalah bukti kuasa Allah, bukan semata-mata karena manusia itu sendiri.

Tentu. Ia memang bukan manusia yang sempurna, begitu pula diriku. Namun, kami saling mengisi apa-apa yang rumpang dalam jiwa kami. Ia lebih dari cukup; laki-laki yang begitu sabar menghadapiku. Membuatku berkali-kali terharu ketika aku mengingat kembali seberapa lama aku meminta sosoknya dalam doa.

Aku mengubah perspektifku, bahwa bukan orang lain yang salah, sekali lagi, bukan. Mungkin tak sadar, selama ini aku yang jauh dari Tuhanku. Mungkin tak sadar, aku lupa. Dan begitulah cara Ia menggiring setiap manusia, untuk kembali pada-Nya.

Sungguh, Allah akan mendengar hamba-Nya, sekalipun saat berpeluh doa, ia hanya menangis tanpa berucap kata. Ia tau apa yang ada di dalam hati hamba-Nya.

Kawan, jangan pernah menyerah. Perjuangkan apa yang memang layak diperjuangkan untuk hidupmu; dunia dan akhiratmu. Untuk menggenapi separuh agamamu.

Jikalau kamu takut menikah karena banyak cerita tentang lelaki brengs*k di dunia ini, percayalah, kamu masih punya Allah. Ingat, kamu cuma punya Allah sebagai tempat bersandarmu. Mereka tidak lain adalah jalan berliku yang Allah hadirkan dalam ceritamu.

Kalau kamu sudah lelah mencari, cukup tawakkal, menyandarkan diri pada Pencipta. Mintalah pada-Nya. Bersungguh-sungguh meminta pada Ia Yang Maha Kuasa, tidak akan membuat manusia jera.

Buntok, 6 Desember 2021 | Pena Imaji

Mendobrak Zona Nyaman

Entah mengapa, mendobrak dan memperluas zona nyaman selalu menantang bagiku. Risiko-risiko dalam hidup yang ternyata membuatku semakin banyak belajar. Seru, meski membutuhkan ekstra adaptasi; ekstra energi dan pikiran; juga menejemen waktu yang tepat

Bagiku, sebuah kemajuan awal ialah ketika manusia bisa mengontrol dirinya sendiri; tau kemana arah dan tujuan sendiri; tidak membandingkan capaian diri dengan orang lain; tau kapan harus bergerak, kapan harus istirahat

Semoga setiap usaha selalu diiringi doa dan tawakkal kita pada Allah. Seringkali kita lupa, terlalu mengandalkan kemampuan sendiri. Bukankah semua kekuatan datangnya dari Allah?

Support dari teman-teman dan orang-orang terdekat juga sangat berharga. Tentu saja! Kan, nggak enak kalau kita berjuang sendiri

Ya, semua orang tengah berjuang, meski dengan jalan dan kondisi yang beragam. Maka dari itu, berilah ucapan semangat untuk saudara-saudara kita

Selamat berjuang meraih apa yang kita inginkan! Selamat bertumbuh dan berproses!

Buntok, 27 Oktober 2021 | Pena Imaji

Males Nabung

Kadang yang bikin kita males nabung itu karena nggak punya goals. Asal nabung, nggak ada financial planning, pos tabungan, nggak ada target, nggak ada keinginan untuk investasi jangka panjang. Ya memang sih, hidup cuma sekali, harta nggak dibawa mati. Jadinya mumpung ada, beli ini itu padahal nggak urgent, pola makan pun nggak dijaga. Nikmatin aja hidup ini, katanya. Padahal, kesehatan itu investasi jangka panjang juga, loh.

Nabung itu penting. Sedekah itu juga penting. Sedekah itu menabung untuk urusan akhirat (diutamakan keluarga, orang tua); menabung harta itu urusan dunia.

Cukup hidup sederhana, beli semampunya, seperlunya, nanti kalo banyak-banyak hisab di akhirat juga banyak, euy. Nggak usah gengsi di mata orang lain terlihat hidup sederhana; jarang jalan-jalan, stay cation, beli baju baru, tas baru, sepatu baru, toh mereka juga nggak ngasih apa-apa ke kita, kan?

Jangan males nabung, ya. Seenggaknya nanti kalo kita lagi susah, jadi nggak nyusahin orang lain, karena punya tabungan sendiri.

Pena Imaji

Menunggu Ujian

Sekiranya manusia itu benar-benar ikhlas saat diuji, dan mengembalikan semua urusannya pada Pencipta, niscaya hatinya pun menjadi tenang dan lapang. Semoga ada banyak dosa yang digugurkan disana, dikuatkan hatinya, dimudahkan segala urusannya.

Sebab, sebaik apapun yang manusia ikhtiarkan, Allah selalu memberi jalan cerita yang jauh lebih baik. Memberikan banyak arti dan pelajaran untuk manusia itu sendiri.

Bersyukur bukan hanya bicara tentang nikmat hidup, melainkan juga nikmat diuji agar selalu mengingat segala kuasa-Nya.

Banjarmasin, 28 Maret 2022 | Pena Imaji

Kedudukan Suami dan Istri

Setelah menikah, aku seringkali dihadapkan dengan banyak realita yang bersinggungan dengan kedurhakaan istri terhadap suami, yang berimbas pada retaknya rumah tangga, ketidakharmonisan keluarga, selingkuh, cerai, hingga bunuh diri.

Realita di sekitar itu nyata rasanya. Fenomena durhaka merupakan salah satu ketakutanku dulu saat sebelum menghadapi pernikahan.

Islam mengajarkan, bahwa kedudukan suami itu lebih tinggi dari istri. Bahkan Rasulullah juga pernah menyampaikan, seandainya boleh bersujud pada manusia, Rasulullah memerintahkan istri untuk sujud pada suami. Why? Ya nggak tahu, syariat nggak usah dinalarlogika pake akal, nanti kita ujung-ujungnya malah menuhankan kecerdasan kita sendiri.

Nah, paham kan, gimana pentingnya memilih suami dari segi akhlak dan agama; yang bisa diajak diskusi, dan satu frekuensi soal value hidup? Ya karena gimanapun suami kita nanti, kita harus ngimamke dia loh.

Nggak usah banyakin PR, berharap dia nanti berubah. Manusia nggak semudah itu berubah cuy.Realistisaza.

Mau seperti apapun juga suami, ia tetap memiliki kedudukan di atas istri. Meski barangkali di beberapa case, si istri lebih tinggi status sosialnya, atau keilmuannya, atau hartanya, atau gajinya.

Rasanya penting sekali memahami hal ini. Kalau kita kemakan ego sendiri sih, ya habis sudah rumahtangga. Istri merasa lebih tinggi; merasa nggak mau terlihat lebih rendah atau derajatnya harus sama; merasa nggak butuh suami; merasa bukan hal yang penting melayani suami dari hal-hal kecil. Begitu pula sebaliknya, suami terhadap istri.

Ini sih kembali lagi pada diri masing-masing ya, kita mau pegang value hidup berupa hukum agama atau pemikiran-pemikiran lain? Yaaa yang jelas sih, kita harus menyamakan persepsi itu sebelum masuk ke jenjang pernikahan.

Menjadi suamipun meski kedudukannya lebih tinggi, ya juga jangan banyak menuntut ini dan itu pada istri, toh ia punya keterbatasan. Kenali dirinya, lihat kebiasaannya dulu, latar belakangnya juga, beri waktu ia beradaptasi. Begitu pula istri terhadap suami.

Daripada banyak menuntut diantara keduanya, mending dikomunikasikan, saling diskusi, beri ruang tumbuh satu sama lain. Perjalanan pernikahan ini memang mengharuskan kita belajar, belajar menurunkan ego; belajar untuk saling memenuhi kebutuhan; belajar untuk saling memahami; supaya saling nyaman satu sama lain.

Setelah mendengar kabar salah satu keluarga dari rekan kerja, yang bunuh diri setelah cekcok dengan pasangannya, aku berdiskusi, bercerita pada suami, dan bilang pada suamiku, “Kalau aku ngelakuin kesalahan, tolong mas bilang aja ke aku ya”

Jika saat ini kita diberi pasangan yang baik, maka bersyukurlah. Namun jika belum dipertemukan, percayalah, bahwa yang paling penting dari hidup ini bukan semata-mata pernikahan, melainkan bagaimana kita belajar untuk terus bertumbuh dan berbenah; beradaptasi; berperan dan berdaya; juga memperluas zona nyaman kita.

Buntok, 10 Maret 2022 | Pena Imaji

loading